^_^

Markaz Pelangi.blogspot.com - Supported By Ummu Sakha - copyright © 2009

Monday, 2 June 2014

Maisha si Anak Visual



Sore itu aku marah besar sama Maisha. Sedari sore disuruh sholat ashar males-malesan. Menjelang maghrib juga menguji kesabaranku.
“Maisha sholat maghrib yuk”, maisha masih cuek di depan TV.
“Maisha ayo, umi udah ambil air wudlu nih”. Maisha tak  bergeming malah dia mengambil kertas trus corat-coret.
“Maisha!!ayo cepet ambil air wudlu trus sholat maghrib”. Aku mulai meninggikan nada suaraku.
Dan Maisha cuma bisa jawab “iya miii”.
“Astaghfirullah hal adziim “aku menarik nafas menahan marah.”Ya udah umi sholat duluan”.
Yasmin mendekat “Umi aku mau ikut umi sholat ya…”.Sejurus kemudian dia pakai mukenah Maisha dan mengikuti gerakan sholatku.
Maisha dari kamar mandi melihat mukenahnya dipakai adiknya mencak-mencak dan berteriak,”Uuuhhh…Yasmiiin, kenapa pakai mukenah aku??aku ga mau ketinggalan sholat”.
Selesai sholat aku bilang ke Maisha,”Ga usah nyalahin Yasmin kak,kan kakak sendiri yang dari tadi ga bersegera sholat. Dipanggil dari tadi pura-pura ga denger. Ya udah sekarang sholat sendiri”
Entah menjadikan ini alasan atau benar-benar ga mau kalau ditinggal sholat akhirnya maisha bukannya sholat malah memilih nangis .
Hadeeeehhh rasanya mau muntab aja ni marahnya….
“Udah Maisha ga usah nangis , sholat sendiri lah udah jam berapa ini nanti maghribnya keburu abis waktunya”.
“Aku ga mau sholat sendiriii!!”
“Maishaaa!!!Sholat!!”Aku mulai hilang kesabaran”
Entah karena terpaksa akhirnya dengan gontai  maisha melaksanakan sholat.
Seusai sholat maghrib Maisha berulah lagi. “Umi Yasmin keluar rumah. Aku juga mau main keluar aah..”
“Nggak maisha, makan dulu. Dari tadi kamu umi suruh makan kok ga mau “
“Aaahh…makan apa?”
“ya kayak yang tadi sup ikan”
Tak menggubris malah menenteng sepedanya keluar rumah.
“Maisha!!!” marahku tak tertahankan bla-bla-bla
Sesaat kurasakan bukan diriku. Aku sudah dirasuki hawa nafsu. Kutumpahkan marahku dengan mimik wajah yang menyeramkan, lalu kurebut sepedanya dan kuhempaskan begitu saja hingga membuat maisha takut disudut ruangan. Dia nangis sesenggukan karena takut dengan teriakanku.
“Astaghfurullah” setan apa yang sudah merasuki tubuhku. La taghdzob…la taghdzob…batinku. Ku bombing Maisha ke meja makan lalu kusodorkan makanannya.
“Ayo, Maisha sudah ga usah nangis. Makan” kataku membujuk Maisha.
“maisha, Umi sayang Maisha. Umi gamau maisha sakit masuk angin karena ga makan. Kalau umi ga saying Maisha pasti umi biarkan Maisha ga makan. Terserah mau makan apa nggak”.
Marah didadaku belum reda. Kupercepat makan malamku tak menunggu abi pulang dari musholla.
Maisha masih makan dengan ogah-ogahan. Setelah abi pulang dari musholla. Aku udah selesai makan dan aku tinggalkan maisha dan abi makan lalu aku masuk kamar.
Setelah makan abi mendekatiku.
“Kenapa sih mi? Itu tu maisha ga ditemenin makannya?
“Biarin. males liat maisha ntar malah jadi marah-marah”jelasku. Dalam hati aku menyesal mengatakan hal itu.
Setelah berhasil mencoba berdamai dengan hatiku, aku pun memanggil maisha aku ajak maisha berbicara di kamar sambil tiduran .
“Maisha umi mau bicara kak.”
Kak, umi harus gimana sih kak, supaya kalau mengingatkan kakak makan, sholat dan sekolah atau belajar itu ga pake marah-marah
Umi sebenarnya ga mau kak marah-marah.Dosa. tapi kalau umi tidak mengingatkan kakak makan, nanti kakak bisa sakit, masuk angin. Trus kalau umi ga ingetin sholat, umi dosa karena ga membiasakan anaknya sholat, padahal kan nabi perintahkn kepada semua orangtua untuk membiasakan anaknya yang sudah berumur 7 th untuk sholat lima waktu. Dan yang ketiga kalau umi ga mengingatkan kakak untuk sekolah atau belajar, umi cuma minta kakak pas mau berangkat sekolah nggak ngadat, nggak rewel, trus malemnya umi Cuma minta kakak baca buku atau belajar 1jaam saja untuk jam wajib baca.
Sekarang terserah kakak deh, umi harusnya pake cara apa untuk mengingatkan semua itu. Hanya tiga haal aja. Sholat, makan, dan belajar. Udah itu aja.
Maisha diam.
Ayo Maisha jawaab,
“Mmmm….aku lagi berpikir.”.(jawab maisha)
“Aku tidak tau”
“Kalau kamu tidak tau kenapa kalau pakai cara umi kamu juga tidak mau nurut?”
“Sekarang terserah kakak caranya harus pakai cara bagaimana umi mengingatkan kamu, biar umi tidak marah dan kamu juga nurut”. Aku mendesaknya
“Kamu harus memberikan solusi maisha, kamu bisa memberikan caranya. Kamu kan anak pintar cerdas. Umi senang dan bangga karena kamu anak yang cerdas. Dan kamu pasti bisa memecahkan masalah”
Mmmm…aku sih pingennya umi membuatkan aku tulisan atau gambar seperti jadwal sholat, untuk mengingatkan waktu sholat yang ditempel dipintu kamar. Trus kalau makan, aku lihat dulu menu makanannya seperti apa?Kalau aku tidak suka, aku mau dibuatin menu makanan yang lain, Dan untuk jam belajar, aku akan mengganti jadwal belajarku dan aku akan membuatkan yang baru. Aku mau belajar satu jam malam hari.
Astaghfirullahal’adzim…seolah tubuhku disengat listrik seribu watt yang mengembalikan kesadaranku bahwa Maisha adalah anak visual yang seharusnya diperlakukan dan ditreatmen secara visual. Dia lebih peka terhadap gambar atau symbol daripada suara. Jadi dia lebih cepat merespon dengan gambar dan symbol-symbol dari pada diomelin atau diteriakin.
Ya Allah…ampunilah aku yang sudah membuat anakku menangis justru karena kesalahanku dalam mendidik. Aku sama sekali tidak memperdulikan hal ini. Tak seharusnya aku mendidik dengan caraku padahal setiap anak punya cara sendiri dalam menerima pendidikan dan informasi.
Ya Allah anak-anakku adalah guru yang sangat hebat, mekalah yang mengajarkanku untuk selalu bersabar, belajar dan belajar.
Maisha maafkan umi ya naak, umi akan selalu berusaha untuk mendidikmu dengan cara yang terbaik dengan caramu.
Ya Allah bimbinglah hamba untuk bisa mendidik anak-anakku dengan cinta dan kesabaran. Amin.