Sebuah hati telah membisu
Tertutup rapat dihiasi debu-debu
Pikirannya melayang …
Melantunkan bait-bait puisi kosong
Tak bermakna...
Iri mendengar saat dibacakannya
Sajak-sajak indah Taufik Ismail
Atau puisi beken karya Choiril Anwar
Namun kini hatinya beku
Pikirannya melayang
Melantunkan bait-bait puisi kosong
Tiada arti
Tak bersyukur melihat puisi alam nan indah
Karya Maha Sempurna milik Tuhan
Ada satu kerinduan yang tak mampu
Ia tuangkan dalam bait-bait suara,
Lagu, puisi, atau bahkan do’a
Pikirannya melayang dan hanya mampu
Melantunkan bait-bait puisi kosong
Dan iapun tak tau maksudnya
Hingga ia memahami sebuah arti
Hanya dia dan Tuhannya yang tau jawabnya
(pertengahan 2000)
Pucuk-Pucuk Kerinduan
(Panderman II)
Ku tatap pucuk-pucuk Kerinduan
Lalu kumelangkah...
menepis dingin....
Membiarkan bayu malam
Menerpa bayanganku
Hingga nafas yang tersebgalAsaku mulai pupus
Kutatap pucuk-pucuk Kerinduan
Lalu setetes air,membasahi kerongkongan
Menanamkan kembali rindu di kalbu
Dan membakar asa yang mulai padam
Mendobrak langkah
Menggapai rindu
Disana pucuk-pucuk Kerinduan
Lalui jalanan berliku dan menanjak
Licin dan berdebu…
Diselimuti Kabul tabal
Yang menyesakkan paru-paru
Melewati batu-batu termal
Dan semakin berat ‘tuk melangkahkan kaki
Namun pucuk-pucuk Kerinduan
Menyapa....
Meringankan kembali langkah
Perjalanan dibawah cahaya malam
Sesekali menengok serpihan
Mutiara dibawah sana
Menikmati hamparan luas malam
Lukisan sang Esa
Ditemani sepoi-sepoi malam
Berlindung satu bintang diatasnya
Mendekatkan kalbuku pada Kekasih
Ketika terasa kaki ini menapak
Pada pucuk kerinduan
Merasa takjub dan syukur tiada hingga
Walau ternyata...
Terlihat saja samar Negeri Atas Awan
Dan...Kerinduan munajat-Mu belum terobati
Karena satu titik noda dihati
Tapi ingin tetap kugapai...
Pucuk-pucuk Kerinduan
(180701)
No comments:
Post a Comment